Akhir - akhir ini Aku punya hobi baru, yaitu naik kereta api lokal - jalan kaki - makan - pulang. Hobi tersebut baru kulakukan beberapa kali (bisa dikategorikan sebagai hobi gak sih?). Setiap kali banyak pikiran atau malah lagi butuh pikiran (iya, ternyata Heru bisa mikir), aku langsung menuju stasiun Yogyakarta dan membeli tiket pramex seharga 8 ribu rupiah. Aku selalu mengajak adikku atau temanku
Kenapa kereta?
Kereta adalah kendaraan yang memiliki kenangan tersendiri untukku. Pada waktu hidup di perantauan semasa kecil dulu, setiap kali mudik selalu ular besi inilah yang mengantarkanku kembali ke Jogja. Suara cempreng penjual nasi rames, pemandangan penantang maut yang duduk diatas gerbong, atau pengemis yang lagi cosplay menjadi orang cacat adalah hal yang sudah akrab denganku.
Aku memulai mencoba membangkitkan romansa masa kecil tersebut beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2015. Alasanku saat melakukan perjalanan itu adalah untuk merayakan perpisahan...
Perpisahan dari dua atom yang pernah berikatan menjadi molekul.
Salah satu atom tersebut harus sendiri lagi, namun kehilangan banyak dayanya untuk kembali melakukan pengikatan dengan atom lain.
Aku memilih tempat duduk dekat jendela untuk dapat menikmati perjalanan beberapa jam. Dengan tatapan nanar kupandangi pohon - pohon yang bergerak mundur menjauh, para pengendara motor yang berhenti di depan palang kereta... dan bapak - bapak yang sedang buang air besar di sungai.
Stasiun adalah tempat perpisahan sekaligus tempat pertemuan kembali. Jaman dulu, kalau mau mengantar kerabat atau orang terkasihi sampai di depan kereta boleh-boleh saja. Maka terciptalah momen mengharukan dihiasi oleh kalimat manis :
"Nek wis tekan kudu kirim layang yo mass~"
Kalimat romantis tersebut memang pernah menjadi hits beberapa dekade yang lalu. Sebuah pengharapan akan kabar dari orang yang dikasihi saat sampai di tempat yang dituju.
Kereta mengajarkan kita, bahwa apapun yang terjadi tetaplah melaju ada relmu sendiri... dan pada kecepatanmu sendiri. Kita kadang memang singgah di beberapa tempat perpisahan tersebut.
Namun ada saatnya kita sampai di stasiun tujuan kita, tempat dimana kita akan tinggal.
Dua jam perjalanan kulalui dengan pulpen dan buku catatan untuk menulis keresahan. Kecepatan kereta mulai melambat dan akhirnya berhenti di sebuah stasiun. Kulangkahkan kaki keluar dari gerbong, dan melangkah meninggalkan stasiun.
Aku sudah tiba di kota yang baru...