Saturday, December 3, 2016

Cara Membuat Gua Natal

Sudah bulan desember nih...

Mendekati akhir bulan makin banyak bermunculan gambar atau konten yang memunculkan sosok Om-om berjanggut putih lengkap dengan pakaian nasionalis merah putihnya di berbagai media. Itu tandanya..  udah mau imlek (Halah).

Hari natal merupakan hari penuh kegembiraan, momen dimana tidak hanya kaum minoritas di negeri kita tetapi seluruh dunia menyambut kedatangan superhero terhebat... Sang Juru Selamat. Untuk menyambutnya, banyak dari kita yang kemudian menghiasi rumah masing-masing dengan pernak pernik natal, seperti pohon natal ataupun gua natal. Kali ini saya akan berbagi cara untuk membuat gua natal hasil browsing dari internet.. di lain hari saya sendiri juga akan mencobanya.

Note : Cara ini saya ambil dari http://albertsukaberbagi.blogspot.co.id/2015/03/cara-membuat-gua-natal.html.


Pertimbangan awal dalam membuat gua :
1. Jika Natal dirayakan tidak di Gereja Katolik (Rumah, kapel, gedung, dsb) maka Gua Natal boleh sedikit lebih bebas dalam pembuatannya  dalam hal tema maupun dekoratifnya. Patung-patung Natal yang digunakan pun tidak harus besar, sekurang-kurangnya 25 cm ke atas.
2. Dalam menyusun tema untuk pembuatan Gua Natal, sebaiknya mencari tema yang unik dan belum pernah ditemukan orang, misalnya paceklik, gelandangan atau kebanjiran di kereta api atau masalah-masalah sosial yang berlaku di sekitar masyarakat. Lalu disesuaikan dengan bahan baku yang tersedia.
3. Jika tema sudah ketemu, mulailah mendesain terlebih dahulu dengan gambar. Lalu implementasikan dengan bahan-bahan yang tersedia. Dalam prakteknya kreasi-kreasi sederhana seperti ini tidak membutuhkan ukuran yang berarti dan keterampilan khusus. Cukup secercah ide dan kerja keras.

Berikut bahan yang paling sederhana digunakan untuk membuat gua Natal
Untuk Kerangka
1. Potongan bambu yang agak tipis
2. Kawat.

Untuk Dekoratif
1. Kertas semen
2. Pilox warna hitam atau emas dan hijau tua
3. Cat warna hijau jika diperlukan
4. Kertas koran
5. Stapler

Urutan langkah kerja
1. Jemur kertas semen sampai kering, remas-remas agar ketika dibentuk menimbulkan kesan seperti batu.
2. Rangkaikan atau bentuk potongan bambu tipis seperti gua dan ikat kuat-kuat dengan kawat agar tidak lepas.
3. Jika sudah selesai, tutupi semua permukaan bambu yang terikat kawat tadi dengan kertas semen dan kertas koran dan tempelkan menggunakan Stapler.
4, Warnai bagian-bagian tertentu yang dirasa perlu dari kertas semen atau kertas koran tadi dengan pilox hijau dan emas.
5. Jika diperlukan, tambahkan cat hijau setitik-titik agar menambah kesan gua nya (Biar kayak lumut gitu).
6. Tunggu kering cat dan pilox pada gua natal nya,
7, Susun patung natal dalam gua natal dengan posisi Maria dan Yusup serta Bayi Yesus di dalam gua bersama para Majus. Gembala menjaga domba di luar bersama unta dan ternaknya.
Formasi di atas boleh diatur sesuai keinginan hati. tanpa mengubah posisi keluarga kudus di dalam gua.

Selain gua model strandard diatas, masih banyak kreasi yang bisa digali dalam membuat gua natal. Seperti gambar - gambar berikut.

Gua natal dari botol bekas (Paroki Sukoharjo)




Gua natal dari blangkon (Gereja St Petrus, Semarang)
Gua natal koran (Frater Xaverian)
Gua dari kardus makanan ringan.

Wednesday, September 7, 2016

Aku, Kau, dan Kereta...



Akhir - akhir ini Aku punya hobi baru, yaitu naik kereta api lokal - jalan kaki - makan - pulang. Hobi tersebut baru kulakukan beberapa kali (bisa dikategorikan sebagai hobi gak sih?). Setiap kali banyak pikiran atau malah lagi butuh pikiran (iya, ternyata Heru bisa mikir), aku langsung menuju stasiun Yogyakarta dan membeli tiket pramex seharga 8 ribu rupiah. Aku selalu mengajak adikku atau temanku secara paksa untuk menemaniku dalam perjalanan.


Kenapa kereta?
Kereta adalah kendaraan yang memiliki kenangan tersendiri untukku. Pada waktu hidup di perantauan semasa kecil dulu, setiap kali mudik selalu ular besi inilah yang mengantarkanku kembali ke Jogja. Suara cempreng penjual nasi rames, pemandangan penantang maut yang duduk diatas gerbong, atau pengemis yang lagi cosplay menjadi orang cacat adalah hal yang sudah akrab denganku.

Aku memulai mencoba membangkitkan romansa masa kecil tersebut beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2015. Alasanku saat melakukan perjalanan itu adalah untuk merayakan perpisahan...
Perpisahan dari dua atom yang pernah berikatan menjadi molekul.
Salah satu atom tersebut harus sendiri lagi, namun kehilangan banyak dayanya untuk kembali melakukan pengikatan dengan atom lain.

Aku memilih tempat duduk dekat jendela untuk dapat menikmati perjalanan beberapa jam. Dengan tatapan nanar kupandangi pohon - pohon yang bergerak mundur menjauh, para pengendara motor yang berhenti di depan palang kereta... dan bapak - bapak yang sedang buang air besar di sungai.

Stasiun adalah tempat perpisahan sekaligus tempat pertemuan kembali. Jaman dulu, kalau mau mengantar kerabat atau orang terkasihi sampai di depan kereta boleh-boleh saja. Maka terciptalah momen mengharukan dihiasi oleh kalimat manis :

                                  "Nek wis tekan kudu kirim layang yo mass~"

Kalimat romantis tersebut memang pernah menjadi hits beberapa dekade yang lalu. Sebuah pengharapan akan kabar dari orang yang dikasihi saat sampai di tempat yang dituju.

Kereta mengajarkan kita, bahwa apapun yang terjadi tetaplah melaju ada relmu sendiri... dan pada kecepatanmu sendiri. Kita kadang memang singgah di beberapa tempat perpisahan tersebut.
Namun ada saatnya kita sampai di stasiun tujuan kita, tempat dimana kita akan tinggal.

Dua jam perjalanan kulalui dengan pulpen dan buku catatan untuk menulis keresahan. Kecepatan kereta mulai melambat dan akhirnya berhenti di sebuah stasiun. Kulangkahkan kaki keluar dari gerbong, dan melangkah meninggalkan stasiun.

Aku sudah tiba di kota yang baru...